Sejarah Seni Ukir Kota Jepara
Asal
nama Jepara berasal dari perkataan Ujung Para, Ujung Mara dan Jumpara yang
kemudian menjadi Jepara, yang berarti sebuah tempat pemukiman para pedagang
yang berniaga ke berbagai daerah. Menurut buku “Sejarah Baru Dinasti Tang
(618-906 M)” mencatat bahwa pada tahun 674 M seorang musafir Tionghoa bernama
I-Tsing pernah mengunjungi negeri Holing atau Kaling atau Kalingga yang juga
disebut Jawa atau Japa dan diyakini berlokasi di Keling, kawasan timur Jepara
sekarang ini, serta dipimpin oleh seorang raja wanita bernama Ratu Shima yang
dikenal sangat tegas.
Menurut
seorang penulis Portugis bernama Tome Pires dalam bukunya “Suma Oriental”,
Jepara baru dikenal pada abad ke-XV (1470 M) sebagai bandar perdagangan yang
kecil yang baru dihuni oleh 90-100 orang dan dipimpin oleh Aryo Timur dan
berada dibawah pemerintahan Demak. Kemudian Aryo Timur digantikan oleh putranya
yang bernama Pati Unus (1507-1521). Pati Unus mencoba untuk membangun Jepara
menjadi kota niaga.
Sejarah
Ukir Jepara – Suatu kebanggaan jika suatu daerah memiliki produk ciri
khas yang bisa dibanggakan ke kota lainnya. Seperti halnya Kota kecil Jepara
yang berada di daerah paling utara pulau jawa. Walaupun demikian rupanya banyak
produk yang dihasilkan dari kota Jepara yang dikenal juga dengan ratu
kalinyamat.
Selain
itu juga produk ukir kayu juga dikenal di Jepara dan menjadi ciri khas Jepara
Kota ukir. Ukir juga diidentikkan dengan mebel Jepara. Maka dari itu jika ada
yang memerlukan produk properti seperti Mebel jati atau ukir jati pasti
mencarinya di Jepara.
Dan
berikut adalah sejarah dari ukir Jepara yang banyak di lupakan oleh masyarakat
Jepara sendiri. Singkat cerita pada zaman dahulu kala hiduplah pengukir dan
pelukis di zaman Raja Brawijaya dari Kerajaan Majapahit, Jawa Timur.
Salah seorang Pengukir itu bernama Prabangkara atau dikenal dengan sebutan Joko
Sungging. Dan pada saat itu Raja Brawijaya ingin memiliki lukisan istrinya
dalam keadaan telanjang tanpa busana sebagai wujud rasa cinta sang raja.
Dipanggillah ahli ukir dan lukis Prabangkara itu untuk mewujudkan keinginan Raja Brawijaya. Prabangkara mendapatkan tugas yang mustahil dilakukan yaitu melukis istri sang raja dalam keadaan tanpa busana tetapi dia tidak boleh melihat permaisuri dalam keadaan tanpa busana. Tentunya Prabangkara harus melukis menggunakan imajinasi saja. Dan akhirnya Prabangkara melaksanakan tugas tersebut, dan selesai tugasnya dengan sempurna.
Dipanggillah ahli ukir dan lukis Prabangkara itu untuk mewujudkan keinginan Raja Brawijaya. Prabangkara mendapatkan tugas yang mustahil dilakukan yaitu melukis istri sang raja dalam keadaan tanpa busana tetapi dia tidak boleh melihat permaisuri dalam keadaan tanpa busana. Tentunya Prabangkara harus melukis menggunakan imajinasi saja. Dan akhirnya Prabangkara melaksanakan tugas tersebut, dan selesai tugasnya dengan sempurna.
Tiba-tiba
saja ada seekor cicak buang tinja dan mengenai lukisan permaisuri tersebut. Sehingga
lukisan permaisuri tersebut punya tahi lalat. Raja gembira dengan hasil karya
Prabangkara tersebut. Dilihatnya dengan detail gambar lukisan tersebut. Dan
begitu dia melihat tahi lalat, raja murka. Dia menuduh Prabangkara melihat
langsung permaisuri tanpa busana. Karena lokasi tahi lalat persis seperti
kenyataan.
Raja
Brawijaya pun cemburu dan menghukum pelukis Prabangkara dengan mengikatnya di
layang-layang, kemudian menerbangkannya. Layang-layang itu terbang hingga ke
Belakang Gunung di Jepara dan mendarat di Belakang Gunung itu. Belakang Gunung
itu kini bernama Mulyoharjo di Jepara. Kemudian Prabangkara mengajarkan ilmu
mengukir kepada warga Jepara pada waktu itu dan kemahiran ukir warga Jepara
bertahan dan lestari hingga sekarang.
Ya itulah sejarah tentang ukir Jepara. Mungkin juga memberi inspirasi bagi ide layang-layang berawak manusia. Mungkin juga sangat berlebihan, bagaimana layang layang terbang dari Majapahit – Jawa Timur hingga ke Jepara Jawa Tengah? Apakah itu story atau history? Disisi Lain ada juga riwayat ukir Jepara tentang mebel Jepara. Yang ini ada bukti otentik berupa artefak peninggalan zaman Ratu Kalinyamat di Masjid Mantingan.
Ya itulah sejarah tentang ukir Jepara. Mungkin juga memberi inspirasi bagi ide layang-layang berawak manusia. Mungkin juga sangat berlebihan, bagaimana layang layang terbang dari Majapahit – Jawa Timur hingga ke Jepara Jawa Tengah? Apakah itu story atau history? Disisi Lain ada juga riwayat ukir Jepara tentang mebel Jepara. Yang ini ada bukti otentik berupa artefak peninggalan zaman Ratu Kalinyamat di Masjid Mantingan.
Ukiran
Jepara sudah ada jejaknya pada masa Pemerintahan Ratu Kalinyamat (1521-1546)
pada 1549. Sang Ratu mempunyai anak perempuan bernama Retno Kencono yang besar
peranannya bagi perkembangan seni ukir. Di kerajaan, ada mentri bernama
Sungging Badarduwung, yang datang dari Campa (Cambodia) dan dia adalah seorang
pengukir yang baik. Ratu membangun Masjid Mantingan dan Makam Jirat
(makam untuk suaminya) dan meminta kepada Sungging untuk memperindah
bangunan itu dengan ukiran. Sampai sekarang, ukiran itu bisa disaksikan di
masjid dan Makam Sultan Hadlirin. Terdapat 114 relief pada batu putih. Pada
waktu itu, Sungging memenuhi permintaan Ratu Kalinyamat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar